Jalan Berliku Faridah Nada Kusuma Menuju Pulang: Kisah Pilu Perempuan Asal Tangerang yang Diduga Disekap di Samosir

Medan, NVN — Kisah pilu Faridah Nada Kusuma, perempuan asal Cibodas, Tangerang, yang diduga disekap di Samosir, Sumatera Utara, selama bertahun-tahun, mengungkap sisi gelap dari kisah cinta yang berujung pemaksaan.

Nada, yang menjalin hubungan asmara dengan seorang pria bernama Masron Mikael Sinaga pada tahun 2018, diduga disetubuhi hingga melahirkan seorang anak pada tahun 2020. Setelah kelahiran anak tersebut, Nada menghilang dari jangkauan keluarganya di Tangerang.

Informasi mengenai keberadaan Nada datang dari seorang bidan desa di Samosir yang memberitahu keluarga Nada tentang kondisi memprihatinkan yang dialami Nada. Upaya komunikasi dengan keluarga Masron Sinaga melalui telepon tidak membuahkan hasil positif, bahkan terkesan menutupi keberadaan Nada.

Ketidakpastian yang berkepanjangan membuat kesehatan ayah Nada memburuk dan ia meninggal dunia tanpa sempat bertemu dengan putrinya.

Pada akhir September 2024, dengan tekad kuat, Nok Chusniah, ibu Nada, berangkat ke Medan untuk mencari anaknya. Dengan bantuan APII (Apologate Islam Indonesia) Sumut, Nok Chusniah berhasil menemukan Nada di sebuah rumah terpencil di ujung bukit yang terisolir di Samosir. Nada terlihat lusuh dan dalam kondisi memprihatinkan, kesehariannya diisi dengan memberi makan ternak babi milik keluarga Masron Sinaga.

Upaya persuasif untuk membawa Nada pulang dihadang oleh perlawanan dari keluarga Masron Sinaga yang mengklaim alasan adat yang sulit diterima akal. Tim yang dipimpin Nok Chusniah akhirnya kembali ke Medan dan membuat laporan ke Poldasu dengan nomor B/7499/X/RES 1.24/2024/Ditreskrimum atas perihal Pelimpahan Laporan Polisi Nomor LP/B/1376/X/2024/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA.

Pasca pelaporan, keluarga Masron Sinaga meminta untuk berdamai dan bersedia mengembalikan Nada ke Tangerang. Mereka meminta izin untuk berpamitan kepada keluarga di rumah terpencil tersebut. Namun, saat tim kembali ke rumah, mereka dihadang oleh 20-an pria dalam kondisi mabuk yang berusaha menghalangi kepergian Nada. Percobaan kedua untuk membawa Nada keluar dari rumah tersebut pun gagal.

Dalam kondisi ini, GAPAI (Gerakan Anti Penistaan Agama Islam) Sumut, yang menjadi wadah bersama Ormas-ormas Islam dan komunitas muslim di Sumut, meminta kepada pihak kepolisian Sumut untuk segera bertindak tegas dan cepat dalam menegakkan hukum. GAPAI menekankan bahwa kasus ini menyangkut keselamatan individu, baik mental dan psikis, termasuk nyawa. Mereka juga mengungkapkan adanya ancaman keselamatan jiwa Nada dari salah seorang keluarga Masron Sinaga.

“Sebelum kasus ini menjadi gelombang kemarahan umat yang sulit untuk diredam, baiknya ini harus menjadi atensi pihak Poldasu agar segera menjadi prioritas untuk diselesaikan,” tegas Rahmad Gustin, SE, Ketua GAPAI Sumut.

Kisah Nada menjadi bukti nyata bahwa kekerasan terhadap perempuan, khususnya dalam konteks hubungan asmara, masih menjadi masalah serius di Indonesia. Penegakan hukum yang tegas dan cepat diperlukan untuk melindungi hak-hak korban dan mencegah kejadian serupa terulang kembali. (MSN/NVN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *