Jakarta, NVN — Pernahkah Anda merasa dipaksa untuk menandatangani perjanjian? Waspadalah, karena perjanjian yang dibuat di bawah tekanan dapat dianggap tidak sah dan dibatalkan!
Hal ini ditegaskan oleh para ahli hukum, yang menjelaskan bahwa asas kebebasan berkontrak merupakan dasar penting dalam hukum perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu persetujuan hanya sah jika memenuhi empat syarat, yaitu:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya: Kedua belah pihak harus sepakat dan rela menandatangani perjanjian.
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan: Pihak yang menandatangani perjanjian harus memiliki kemampuan hukum untuk melakukan perbuatan hukum.
- Suatu pokok persoalan tertentu: Perjanjian harus memiliki objek yang jelas dan terdefinisi.
- Suatu sebab yang tidak terlarang: Tujuan dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan hukum atau kesusilaan.
Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dianggap tidak sah dan dapat dibatalkan.
Perjanjian yang dibuat di bawah tekanan merupakan pelanggaran terhadap asas kebebasan berkontrak dan tidak memenuhi syarat pertama Pasal 1320 KUHPerdata. Hal ini disebabkan karena salah satu pihak tidak memiliki kebebasan untuk menyatakan kehendaknya secara bebas dan rela.
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 2356 K/Pdt/2008 tertanggal 28 Februari 2009 menegaskan bahwa “perjanjian jual beli yang dibuat di bawah tekanan dan dalam keadaan terpaksa adalah merupakan miisbruik van Omstandigheiden yang dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan, karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu tidak adanya kehendak yang bebas dari salah satu pihak.”
Oleh karena itu, waspadalah terhadap perjanjian yang dibuat di bawah tekanan. Jika Anda merasa dipaksa untuk menandatangani perjanjian, segera konsultasikan dengan ahli hukum untuk melindungi hak dan kepentingan Anda. (MSN/NVN)