Pawang Hujan ‘Diusir’ dari Aceh, Ritualnya Dinilai Bertentangan dengan Syariat Islam

Banda Aceh, NVN — Rara Wulandari, sang pawang hujan, terpaksa dipulangkan lebih cepat dari Aceh. Keputusan ini diambil setelah ritual yang dilakukannya di Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya Banda Aceh menuai kontroversi dan dianggap bertentangan dengan syariat Islam.

Aceh, sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum syariat Islam, memiliki aturan ketat terkait dengan ritual keagamaan. Masyarakat Aceh, yang dikenal taat beragama, memandang ritual pawang hujan sebagai bentuk syirik atau menyekutukan Allah, yang dilarang dalam Islam.

Kontroversi muncul setelah video viral beredar di media sosial yang memperlihatkan Rara menjalankan ritualnya di stadion. Dalam video tersebut, Rara terlihat berjalan di pinggir stadion sambil memegang sesajen dan menengadahkan kepala ke langit. Tindakan ini langsung memicu penolakan dari masyarakat Aceh.

“Kami tidak menerima adanya praktik yang bertentangan dengan syariat Islam di Aceh,” ujar seorang warga Aceh, yang enggan disebutkan namanya. “Ritual pawang hujan ini jelas-jelas melanggar keyakinan kami.”

Menanggapi situasi ini, Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA langsung memanggil penanggung jawab proyek Stadion Harapan Bangsa, yaitu PT WIKA dan PT Nindya Karya, untuk memberikan klarifikasi.

“PT WIKA dan PT Nindya Karya, selaku KSO yang bertanggung jawab atas proyek di Stadion Harapan Bangsa, akhirnya memulangkan Rara Istiati Wulandari, seorang pawang hujan, setelah videonya viral dan menuai kontroversi,” kata Safrizal kepada wartawan, Rabu (28/8).

Safrizal menegaskan bahwa pemerintah Aceh tidak pernah meminta bantuan pawang hujan untuk mengamankan PON Aceh. Ia pun menerbitkan surat yang memerintahkan pemulangan Rara.

Menurut penjelasan dari pihak perusahaan, kehadiran Rara merupakan inisiatif dari pekerja proyek yang ingin mengantisipasi hujan agar tidak mengganggu pekerjaan di stadion. Namun, mereka mengakui bahwa inisiatif tersebut diambil tanpa mempertimbangkan sensitivitas masyarakat Aceh yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dan budaya lokal.

“Kami menyadari bahwa tindakan kami telah melukai perasaan masyarakat Aceh,” ujar perwakilan PT WIKA. “Kami memohon maaf atas kesalahan ini dan akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan di masa mendatang.”

Rara akhirnya dipulangkan pada Rabu (28/8) melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang.

Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai agama dan budaya masyarakat setempat, terutama dalam menjalankan kegiatan di daerah yang menerapkan hukum syariat Islam. (msn/nvn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *