Polemik Hukum di MK: PTUN Batalkan Pengangkatan Suhartoyo, Mahfud MD Beri Sinyal Kekecewaan

Yogyakarta, NVN — Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) telah memicu kontroversi, dengan pakar hukum tata negara Mahfud MD memberikan tanggapan yang samar.

Mahfud, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta mantan Ketua MK, menolak berkomentar secara langsung mengenai putusan PTUN. Sebaliknya, ia menyinggung pengunduran dirinya dari sistem hukum, menunjukkan rasa kekecewaan terhadap kondisi hukum di Indonesia.

“Kalau urusan pengadilan yang oleh masyarakat dinilai agak aneh, kan jawaban saya sudah selesai sebenarnya, lakukan apa yang mau kau lakukan,” kata Mahfud pada Rabu (14 Agustus) saat mengunjungi UGM di Sleman, Yogyakarta.

“Lakukan apa yang mau kau lakukan mumpung kamu masih bisa. Zaman itu akan berjalan tidak statis, nanti pada saatnya engkau tidak akan bisa melakukan apa-apa, tahu, itu aja,” tambahnya.

PTUN Jakarta sebagian mengabulkan gugatan yang diajukan Hakim MK Anwar Usman terhadap Ketua MK Suhartoyo. Pengadilan menyatakan Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK periode 2023-2028, batal demi hukum. PTUN memerintahkan MK untuk mencabut keputusan tersebut.

Pengadilan juga mengabulkan permintaan Anwar untuk memulihkan martabat dan reputasinya sebagai Hakim Konstitusi. Namun, PTUN menolak permintaan Anwar untuk dikembalikan sebagai Ketua MK periode 2023-2028.

Anwar dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK karena terlibat konflik kepentingan dalam sebuah kasus yang melibatkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo. Putusan tersebut membuka jalan bagi Gibran untuk maju sebagai calon wakil presiden meskipun belum memenuhi syarat usia yang ditetapkan dalam UU Pemilu.

Terbaru, delapan hakim MK sepakat untuk mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta yang menyatakan kepemimpinan Suhartoyo tidak sah. Keputusan tersebut diambil dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang dilaksanakan pada Rabu (14 Agustus).

Tanggapan Mahfud MD mencerminkan kekhawatiran yang semakin besar terhadap integritas sistem hukum di Indonesia. Pengunduran dirinya dari MK dan sikap pasifnya terhadap keputusan PTUN menyoroti tantangan yang dihadapi peradilan dalam menegakkan keadilan dan menjaga kepercayaan publik.

Catatan: Artikel berita yang ditulis ulang ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan mendalam tentang situasi tersebut, dengan fokus pada tokoh-tokoh kunci, konteks hukum, dan implikasi dari keputusan PTUN. Artikel ini juga menghindari pengulangan yang tidak perlu dan detail yang tidak relevan. (msn/nvn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *