Defisit Anggaran Rp 139 Miliar di Cilegon: Tantangan Menuju Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan modern di tingkat kota, provinsi, maupun negara memerlukan investasi besar untuk mendukung berbagai kebutuhan, termasuk infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum, serta layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Anggaran yang besar sering kali menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Di Kota Cilegon, kewajiban pembayaran (defisit anggaran) yang ditanggung Pemerintah Kota (Pemkot) bukan sebesar Rp 139 miliar seperti yang diberitakan sebelumnya, melainkan sekitar Rp100 miliar. Anggaran ini dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur penting, seperti jalan raya, gedung RSUD, Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kantor Dinas Sosial (Dinsos), kantor kelurahan, serta gedung sekolah seperti SMPN 14 dan SMPN 15. Pembangunan ini diharapkan memberikan dampak positif bagi layanan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing daerah. 

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cilegon mengalami fluktuasi selama lima tahun pada 2016 hingga 2020 rata-rata Rp 630,05 miliar per tahun. Dan setelah Helldy Agustian menjabat sebagai Walikota Cilegon pada 2021 hingga 2024 rata-rata PAD Rp 718,20 miliar per tahun, atau mengalami kenaikan sebesar Rp 88,149 miliar per tahun.

Cilegon: Peluang di Tengah Tantangan

Menurut Maman Mauludin, Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Cilegon, pemkot sudah memiliki formula dan cara teknis untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran. “Kami berkewajiban untuk menyelesaikan kewajiban terhadap pihak ketiga. Ini memperlihatkan bahwa Pemkot Cilegon penuh tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan dan sudah mempunyai format, formula dan cara cara teknis untuk menyelesaikan permasalahan dimaksud.”

Sekda menjelaskan bahwa Pemkot Cilegon telah berupaya menjalankan efisiensi dengan memprioritaskan hal-hal penting. Namun, hingga akhir Desember 2024, masih ada kendala yang dihadapi, terutama dari pendapatan pajak yang tidak terduga. “Ada kewajiban sekitar Rp 100 miliar yang harus diselesaikan pada 2025. Insya Allah, teman-teman di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat menyelesaikan ini dan memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga,” ujarnya.

Lanjutnya, di tahun 2024 pendapatan Pemkot Cilegon mencapai lebih dari 80 persen dengan belanja mencapai 82,60 persen. Pihaknya pun telah melakukan efisiensi, di mana belanja dititikberatkan pada prioritas yang merupakan kegiatan wajib diselesaikan seperti concern kepada pembangunan RSUD.

Sekda menyampaikan bahwa kejadian ini menjadi pelajaran penting untuk mencegah hal serupa di masa depan. Sebagai langkah antisipasi, evaluasi pelaksanaan APBD 2024 akan menjadi acuan strategi untuk 2025. “Saya optimis target 2025 akan tercapai dan lebih baik dari 2024. Saya yakin teman-teman akan lebih realistis dalam penganggaran,” ujarnya.

Menurut Sekda, defisit bukanlah hal yang perlu ditakuti, tetapi harus dipahami sebagai alat pembangunan. Apalagi tagihan tersebut hanya tertunda dan akan terbayarkan pada Februari 2025.

Cilegon sedang berada di jalur percepatan pembangunan yang memerlukan keberanian mengambil langkah strategis. Keterbatasan dana bukanlah sebuah hambatan, melainkan bentuk tantangan yang harus dihadapi dan dicarikan jalan keluar demi kemajuan yang bertumpu pada kebutuhan warga.

Dengan pengelolaan yang transparan, akuntabel, dan strategis, defisit ini dapat menjadi batu loncatan menuju pembangunan berkelanjutan yang memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Pemerintah memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan berdampak positif, sehingga kesejahteraan warga terus meningkat di masa depan. (*)

Artikel ini juga tayang di VRITIMES