Jakarta, NVN — Hari ini, 2 Oktober 2024, kita memperingati Hari Batik Nasional. Batik, kain tradisional Indonesia yang kaya akan makna dan keindahan, telah menjadi identitas bangsa dan diakui dunia sebagai Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan oleh UNESCO.
Namun, tahukah Anda bahwa kata “batik” sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa? Kata “amba” yang berarti menulis dan “titik” yang berarti titik. Ini mencerminkan proses tradisional pembuatan batik, di mana pola-pola dibuat dengan menuliskan titik-titik atau corak tertentu menggunakan canting dan malam (lilin) sebagai alat utamanya.
Proses pembuatan batik tulis membutuhkan ketelitian tinggi, kesabaran, dan keahlian yang diwariskan secara turun-temurun. Setiap titik dan garis yang dibuat pada kain mengandung makna dan filosofi yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai budaya dan spiritualitas masyarakat Indonesia.
Batik tidak hanya dikenal dari satu daerah saja, tetapi tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara. Setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam pembuatan batik, baik dari segi motif, warna, maupun makna yang terkandung di dalamnya.
Misalnya, batik dari Yogyakarta dan Solo cenderung menggunakan warna-warna gelap seperti hitam dan cokelat, dengan motif yang sarat makna filosofis tentang kehidupan dan kepercayaan Jawa. Di sisi lain, batik pesisir seperti batik Cirebon, Pekalongan, dan Lasem lebih kaya dengan warna-warna cerah dan motif yang terinspirasi dari alam, flora, fauna, serta pengaruh budaya asing yang masuk ke wilayah pesisir.
Perbedaan ini mencerminkan keanekaragaman budaya dan kekayaan seni yang dimiliki Indonesia. Batik bukan hanya sebuah kain bermotif, tetapi juga sebuah seni dan karya budaya yang mengandung nilai sejarah, spiritualitas, dan ekspresi keindahan.
Di era modern seperti sekarang, batik telah mengalami transformasi menjadi busana yang bisa dikenakan dalam berbagai kesempatan, baik kasual maupun resmi. Desainer-desainer Indonesia bahkan berhasil memadukan motif-motif batik ke dalam busana modern yang dapat diterima di pasar internasional.
Tokoh-tokoh seperti Iwan Tirta, Didiet Maulana, dan Anne Avantie telah membawa batik ke kancah internasional dengan desain-desain inovatif dan modern yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Karya mereka telah menginspirasi banyak desainer muda untuk terus bereksperimen dengan batik dan mengangkatnya sebagai simbol kebanggaan bangsa.
Salah satu contoh nyata penggunaan batik dalam konteks modern adalah batik seragam Korpri. Batik ini pertama kali dibuat pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, sebagai simbol identitas dan kebanggaan bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia. Meskipun tidak diketahui secara pasti siapa penciptanya, batik Korpri telah menjadi bagian penting dari sejarah batik Indonesia dan menunjukkan bagaimana batik dapat diadaptasi untuk berbagai keperluan.
Tidak hanya itu, inovasi juga dilakukan dalam bentuk produk-produk seperti aksesoris, tas, sepatu, bahkan interior rumah dengan sentuhan motif batik. Ini menunjukkan bahwa batik tidak sekadar kain tradisional, tetapi juga sebuah gaya hidup yang mencerminkan kebanggaan terhadap budaya Indonesia.
Ketika Anda mengenakan batik, Anda tidak hanya mengenakan kain bermotif indah, tetapi juga menghargai nilai seni, sejarah, dan identitas yang terkandung di dalamnya.
Mari kita terus lestarikan tradisi membatik dan mengangkat batik sebagai simbol kebanggaan bangsa Indonesia di mata dunia. (msn/nvn)