Jakarta, NVN — Pengacara, sebagai ujung tombak pembelaan hukum, memegang peran vital dalam sistem peradilan. Mereka berperan sebagai penengah antara individu dan negara, menjembatani kesenjangan akses keadilan, dan memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan transparan. Namun, dalam perjalanan mewujudkan keadilan, muncul pertanyaan mendasar: Apakah pengacara benar-benar setara dengan penegak hukum lainnya?
Menelisik Peran Pengacara dalam Sistem Peradilan:
Pengacara memiliki tugas mulia, yaitu:
- Membela Hak Klien: Memperjuangkan hak-hak klien di pengadilan, memastikan bahwa mereka mendapatkan perlakuan adil dan sesuai dengan hukum.
- Menjadi Penasihat Hukum: Memberikan konsultasi hukum kepada klien, membantu mereka memahami hak dan kewajiban mereka, dan menemukan solusi terbaik untuk masalah hukum yang dihadapi.
- Menjaga Integritas Profesi: Menjalankan profesi dengan integritas tinggi, menjunjung tinggi kode etik profesi, dan menjaga kepercayaan publik.
Kesetaraan Pengacara sebagai Penegak Hukum:
Dalam mencapai kesetaraan, pengacara harus memiliki:
- Akses yang Sama: Pengacara harus memiliki akses yang sama dengan penegak hukum lainnya terhadap informasi, sumber daya, dan peluang untuk menjalankan tugasnya.
- Perlindungan Hukum: Pengacara harus dilindungi oleh hukum dari intimidasi, ancaman, dan kekerasan dalam menjalankan tugasnya.
- Kebebasan Berpendapat: Pengacara harus memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan argumen hukum tanpa takut diintimidasi atau dihukum.
- Kesempatan untuk Berkembang: Pengacara harus memiliki kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan hukumnya melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
Undang-Undang yang Mempengaruhi Kesetaraan Pengacara:
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat: Undang-undang ini mengatur tentang profesi advokat, hak dan kewajiban advokat, serta organisasi advokat. Undang-undang ini menegaskan bahwa advokat memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan penegak hukum lainnya.
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: Undang-undang ini mengatur tentang sistem peradilan di Indonesia, termasuk peran pengacara dalam proses peradilan. Undang-undang ini menegaskan bahwa pengacara memiliki hak untuk membela kliennya di pengadilan dan memberikan pendapat hukum secara bebas.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana: Undang-undang ini mengatur tentang prosedur dan tata cara dalam proses peradilan pidana. Undang-undang ini menegaskan bahwa pengacara memiliki hak untuk mendampingi kliennya selama proses peradilan pidana.
Adagium Hukum tentang Pengacara:
- “Advocatus Dei” (Pengacara Tuhan): Adigum ini menekankan bahwa pengacara memiliki tugas suci untuk membela keadilan dan kebenaran, seperti seorang pengacara Tuhan.
- “Lex non facit injuriam” (Hukum tidak melakukan ketidakadilan): Adigum ini menegaskan bahwa hukum harus diterapkan secara adil dan tidak boleh menyebabkan ketidakadilan bagi siapa pun. Pengacara berperan penting dalam memastikan bahwa hukum diterapkan secara adil.
- “Audi alteram partem” (Dengarkan pihak lain): Adigum ini menekankan pentingnya untuk mendengarkan kedua belah pihak dalam suatu sengketa. Pengacara berperan penting dalam memastikan bahwa kedua belah pihak mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya.
Peran Dan Fungsi Pengacara Harus Lebih Disetarakan Dengan Para Penegak Hukum:
Hartono, seorang Advokat, menyoroti bahwa penegak hukum di Indonesia bukan hanya Polri dan KPK, tetapi juga Hakim, Jaksa, dan Advokat. Namun, peran Advokat belum optimal karena mereka tidak memiliki kewenangan yang setara. Contohnya, Advokat seringkali tidak diberi hak untuk memperoleh penangguhan dari Polri atau Jaksa meskipun telah memenuhi syarat yang diatur dalam pasal 29 KUHP. Hal ini menunjukkan bahwa sistem penjaminan belum diatur dan peran Pengacara tidak dianggap sama sekali.
Peran dan kewenangan Pengacara yang belum optimal membuat fungsi dan pekerjaan mereka sebagai “Officium Nobile” hanya sebatas “istilah kiasan” saja. Pengacara tidak dapat mengajukan penangguhan untuk kasus Narkoba, Teroris, pembunuhan, cyber crime dan senjata api. Akibatnya, Advokat hanya bisa berperan sebagai “makelar kasus” tanpa mengoptimalkan pengetahuan dan ilmu hukum untuk melakukan pembelaan, pendampingan, dan memberi bantuan hukum.
Doktor Hartono berharap agar para pengacara bersatu dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai penegak hukum dan dapat bekerja di bidang mereka sebagai “Officium Nobile” sebagaimana peran Pengacara di negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya.
Tantangan dalam Mewujudkan Kesetaraan:
- Kesenjangan Akses: Akses terhadap layanan hukum masih terbatas, terutama bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan.
- Ketidaksetaraan dalam Perlakuan: Pengacara seringkali menghadapi diskriminasi dan ketidaksetaraan dalam perlakuan di pengadilan.
- Kurangnya Perlindungan: Pengacara seringkali tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari ancaman dan kekerasan dalam menjalankan tugasnya.
- Kesenjangan dalam Kompetensi: Kesenjangan dalam kompetensi dan pengalaman hukum antar pengacara dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam pembelaan hukum.
Langkah Menuju Kesetaraan:
- Meningkatkan Akses terhadap Layanan Hukum: Pemerintah dan lembaga terkait harus menyediakan layanan hukum yang terjangkau dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat.
- Memperkuat Perlindungan Hukum bagi Pengacara: Pemerintah harus mengeluarkan peraturan yang lebih tegas untuk melindungi pengacara dari intimidasi, ancaman, dan kekerasan.
- Membangun Sistem Peradilan yang Adil dan Transparan: Sistem peradilan harus dibenahi agar lebih adil, transparan, dan bebas dari korupsi.
- Meningkatkan Kompetensi Pengacara: Pemerintah dan organisasi profesi harus menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan kompetensi pengacara.
Kesimpulan:
Kesetaraan pengacara sebagai penegak hukum adalah kunci untuk mewujudkan sistem peradilan yang adil dan bermartabat. Dengan memperkuat peran pengacara, menjamin akses keadilan yang merata, dan membangun sistem peradilan yang adil dan transparan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan beradab. (dpys/nvn)