Bekasi, NVN — Mari kita renungkan kisah Abdullah bin Hudzafah رضي الله عنه, seorang sahabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang teguh dalam imannya. Beliau adalah contoh nyata bagaimana Islam mengajarkan kita untuk tetap teguh dalam keyakinan, bahkan di tengah cobaan yang berat.
Habib Hilal, seorang ulama yang bijaksana, berkata, “Kisah Abdullah bin Hudzafah ini adalah cerminan keteguhan iman yang luar biasa. Beliau menunjukkan kepada kita bahwa iman sejati tidak akan goyah, bahkan di hadapan kekuasaan duniawi sekalipun.”
Abdullah bin Hudzafah, yang termasuk generasi pertama yang memeluk Islam, ikut hijrah ke Habasyah, dan berjuang di medan perang Badar, menunjukkan keteguhan imannya ketika tertawan oleh pasukan Romawi. Di hadapan Kaisar Romawi, beliau dihadapkan pada pilihan yang berat: murtad dari Islam dan mendapatkan setengah kerajaan atau tetap beriman dan menghadapi kematian.
Dengan hati yang dipenuhi iman, Abdullah menjawab dengan tegas, “Seandainya engkau memberikan kepadaku seluruh kerajaanmu ditambah wilayah kerajaan yang dikuasai bangsa non-Arab beserta wilayah kerajaan Barat, niscaya aku tidak akan pernah meninggalkan agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun sekejap.”
Keteguhan Abdullah menggetarkan jiwa Kaisar. Beliau pun memerintahkan Abdullah diikat dan disalib, lalu lengannya dipanah. Namun, bahkan dalam keadaan tersiksa, Abdullah tetap teguh pada pendiriannya.
Kaisar yang geram kemudian memerintahkan Abdullah dilempar ke dalam kuali berisi air mendidih. Melihat seorang tawanan muslim lain dilempar ke dalam kuali, Abdullah menangis. Kaisar mengira Abdullah takut mati, namun ternyata tangis Abdullah adalah tangis haru karena ia ingin mati syahid di jalan Allah. “Aku menyesal, mengapa hanya satu jiwaku sekaligus yang dilemparkan ke dalam kuali saat ini, lalu hilang begitu saja. Padahal, aku mendambakan punya nyawa sebanyak jumlah rambutku, lalu satu per satu ia dilemparkan ke dalam kuali itu karena Allah – (yakni di jalan Allah).”
Mendengar jawaban Abdullah yang penuh keikhlasan, Kaisar pun tercengang. Ia menawarkan pembebasan dengan syarat Abdullah mencium kepalanya. Abdullah pun bertanya, “Beserta semua tawanan?” Kaisar menjawab, “Ya.”
Dengan penuh kerendahan hati, Abdullah mencium kepala Kaisar. Bukan karena takut atau menghormati Kaisar, tetapi karena ia ingin membebaskan saudara-saudaranya yang tertawan.
Habib Hilal menjelaskan, “Cium yang dilakukan Abdullah bin Hudzafah bukanlah cium pengagungan, tetapi cium persyaratan. Beliau mencium kepala Kaisar bukan karena menghormati Kaisar, tetapi karena ingin membebaskan saudara-saudaranya. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan kita untuk selalu berjuang demi kebaikan dan pembebasan umat.”
Kembali ke Madinah, Abdullah menceritakan kisahnya kepada Umar bin Khattab. Umar رضي الله عنه berkata, “Selayaknya bagi setiap muslim mencium kepala Abdullah bin Hudzafah. Dan aku yang akan menciumnya pertama kali !”
Kisah ini mengajarkan kita tentang:
- Keteguhan Iman: Abdullah bin Hudzafah menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa dalam menghadapi cobaan. Ia tidak tergoda oleh tawaran duniawi dan tetap teguh pada agamanya, meskipun harus menghadapi kematian.
- Kemuliaan Islam: Kisah ini menyingkap kemuliaan Islam yang tidak tergoyahkan oleh kekuasaan duniawi. Abdullah bin Hudzafah menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan keteguhan iman, kesabaran, dan pengorbanan.
- Cinta dan Persaudaraan: Abdullah bin Hudzafah rela mencium kepala Kaisar demi membebaskan saudara-saudaranya. Kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya cinta dan persaudaraan dalam Islam.
Habib Hilal selalu mengingatkan kita, “Semoga Allah senantiasa menjaga kehormatan kita dan anak keturunan kita selama kita masih mau menjaga kehormatan agama yang telah Allah ridhai menjadi agama kita dan yang telah didakwahkan, dibela, dan diperjuangkan oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya serta para mujahidin dan syuhada hingga akhir zaman.” (msn/nvn)