Madiun, NVN — Suratwiyoto, seorang kakek berusia 67 tahun dari Madiun, telah berhasil mengembangkan pusat konservasi burung merak hijau yang dilindungi. Kisah ini bermula dari penemuan telur merak di hutan beberapa tahun silam.
Surat, begitu ia biasa disapa, menemukan empat butir telur merak di hutan. Tak ingin telur-telur itu terbuang sia-sia, ia kemudian mengerami telur-telur tersebut dengan bantuan induk ayam. Hasilnya, dua jantan dan dua betina merak hijau berhasil menetas. Kini, jumlah burung merak di pusat konservasi milik Surat telah mencapai puluhan ekor.
“Awalnya saya nemu empat telur di hutan, saya kerami pakai induk ayam. Alhamdulillah, semuanya menetas,” ujar Surat.
Surat mendapatkan izin pengedar dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) pada Oktober 2019. Ia merawat burung-burung merak tersebut secara mandiri, mulai dari pakan hingga kesehatan.
“Saya belajar sendiri tentang cara merawat merak, dari internet dan buku-buku,” kata Surat.
Surat memanfaatkan bulu merak untuk menambah penghasilan. Harga bulu merak dijual sekitar Rp10.000 per helai. Sepasang burung merak dapat dijual dengan harga mencapai Rp50 juta.
“Alhamdulillah, usaha ini bisa membantu saya secara ekonomi. Selain itu, saya juga ikut melestarikan merak hijau yang terancam punah,” ungkap Surat.
Merak hijau mulai kawin pada usia 3 tahun dan dapat menghasilkan 4-5 butir telur dalam sekali bertelur. Surat berharap, pusat konservasi miliknya dapat menjadi contoh bagi masyarakat lain untuk ikut melestarikan burung merak hijau.
“Saya ingin masyarakat tahu bahwa konservasi bisa dimulai dari individu yang peduli. Semoga usaha saya ini bisa menginspirasi orang lain,” pungkas Surat. (msn/nvn)