Jakarta, NVN – Olimpiade, pesta olahraga terbesar dunia, selalu diidentikkan dengan semangat sportivitas, persaingan sehat, dan nilai-nilai luhur. Namun, di balik gemerlapnya Olimpiade, muncul pertanyaan kritis tentang kemitraan jangka panjang antara Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Coca-Cola, perusahaan minuman soda yang produknya telah lama dikaitkan dengan krisis kesehatan global.
Kemitraan ini semakin menuai kecaman di tengah kabar mengkhawatirkan tentang meningkatnya kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia. Kasus ini menguatkan kekhawatiran tentang dampak buruk konsumsi minuman manis bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak dan remaja.
“Bagaimana IOC dapat mengklaim mendukung kesehatan global sementara mereka menerima sponsor dari perusahaan yang produknya berkontribusi pada epidemi obesitas, diabetes, dan penyakit tidak menular?,” ujar Dr. Deddy Sarjana Sambas, Sp.PD., pakar penyakit dalam.
Dr. Deddy, yang telah lama mengkampanyekan gaya hidup sehat, menekankan bahwa konsumsi minuman manis secara berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak dan remaja. “Minuman manis mengandung gula dalam jumlah tinggi yang dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis, seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung,” ungkapnya.
Desakan untuk memboikot Coca-Cola dari Olimpiade semakin menguat. Sampai berita ini dirilis Petisi online “Kick Big Soda Out” ( http://kickbigsodaout.org ) telah mengumpulkan lebih dari 99.267 Tanda tangan dan dukungan dari 72 Organisasi mitra dari seluruh dunia. Petisi ini menyerukan IOC untuk memutuskan hubungan sponsorship dengan Coca-Cola dan memilih sponsor yang lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dan lingkungan.
“IOC harus mempertimbangkan kembali prioritas mereka. Kesehatan dan keberlanjutan seharusnya menjadi nilai utama, bukan keuntungan finansial,” tegas Dody YS, aktivis dari Molekul Pancasila yang mendukung petisi “Kick Big Soda Out”.
Selain Dr. Deddy, sejumlah pakar kesehatan dan lingkungan lainnya juga mengecam kemitraan IOC dan Coca-Cola.
Habib Hilal, Tokoh Masyarakat, menyatakan, “Ini adalah paradoks. IOC ingin menciptakan dunia yang lebih baik melalui olahraga, namun mereka bermitra dengan perusahaan yang merusak kesehatan dan lingkungan.”
Marihot Nainggolan, aktivis lingkungan dari Molekul Pancasila, menambahkan, “Coca-Cola juga memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Penggunaan plastik dalam kemasan produk mereka menjadi salah satu penyebab utama polusi plastik di laut, sementara proses produksi dan transportasi mereka berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim.”
Di tengah situasi ini, IOC dihadapkan pada dilema. Mereka harus menentukan pilihan: mempertahankan kemitraan yang kontroversial dengan Coca-Cola atau mengambil langkah berani untuk memilih sponsor yang lebih selaras dengan nilai-nilai Olimpiade dan kesehatan global.
Masa depan Olimpiade dan komitmennya terhadap kesehatan global kini berada di persimpangan jalan. (msn/nvn)